Sabtu, 08 Januari 2011

Pleasure vs Sense of Achievement

Di hari Minggu yang cerah itu saya sedang berjalan-jalan bersama King Hades di sebuah mall besar di Jakarta. King Hades memesan snack untuk take away. Kasir memberikan bukti pembayaran dan meminta King Hades untuk kembali dalam 15 menit.
Sambil menunggu, kami berjalan-jalan melihat alat-alat kesehatan seperti kursi pijat, alat pijat magnetik dan lain-lain. "Kalo saya sudah kaya Pak, saya akan beli alat-alat seperti ini. Itu impian saya," ujar King Hades sambil menatap alat-alat tersebut. "Kenapa harus nunggu kaya Pak? Saya yakin sekarangpun Anda pasti sudah bisa membeli barang seperti itu?" tanya saya. King Hades tertawa. "Ya. Sayapun yakin saya pasti bisa membeli alat itu," jawabnya. Seperti baisa, jawaban beliau justru menimbulkan pertanyaan yang lain. "Lantas?" tanya saya, otomatis.
"Kalo saya membeli alat-alat seperti itu sekarang, saya akan menyebutnya sebagai pleasure. Kenikmatan. Dan sekarang saya tidak memerlukan itu," jawab King Hades, memulai ceritanya tentang topik artikel ini. "Memang apa bedanya dengan membeli setelah Anda kaya Pak?" saya kembali bertanya dengan penasaran. "Bayangkan Anda bertandang ke rumah kawan Anda Pak. Asumsikan dia memiliki banyak piala di rumahnya. Lalu diam-diam Anda mencuri satu piala dan membawanya pulang. Apa Anda akan dengan bangga memajangnya di rumah Anda? Agar kawan-kawan Anda yang bertamu bisa melihat," King Hades bertanya sambil tersenyum. Saya manggut-manggut, memahami point beliau.
Piala adalah simbol dari kesuksesan. Tanda dari keberhasilan. Anda tidak melihat para juara mengangkat tinggi-tinggi uang hadiah yang mereka terima. Anda melihat mereka mengangkat piala mereka. Piala itu sendiri tidak mereka perlukan. Mereka tidak memerlukan piala itu untuk kebutuhan sehari-hari. Yang mereka perlukan adalah uang hadiah dari kejuaraan yang mereka menangkan. Begitu pula dengan barang-barang mewah. Alat-alat kesehatan yang kami lihat saat itu adalah barang-barang mewah. Barang-barang yang sebenarnya tidak kita perlukan. King Hades sendiri bukanlah maniak alat-alat seperti itu. Kalau beliau memang menginginkan sesuatu, tentunya dia akan mengeluarkan dana yang diperlukan untuk membeli barang tersebut. Contohnya dumbel 15kg yang sempat membuat pundaknya cedera (that's another story). Tanpa menunggu kayapun, beliau membeli barang tersebut karena dia merasa dumbel itu cukup berguna.
"Ada perbedaan yang sangat besar antara sense of achievement dengan pleasure Pak. Boleh jadi kita melakukan hal yang sama, membeli hal yang sama, untuk alasan yang berbeda. Bagi saya, alat-alat kesehatan ini kelasnya adalah seperti mobil mewah. Sesuatu yang tidak saya perlukan, tidak begitu saya inginkan, tapi cukup bagus untuk dimiliki kalo memang dana saya sudah berlebihan," jelas King Hades. "Banyak sekali orang yang mengejar pleasure sehingga akhirnya mereka melupakan yang namanya itu sense of achievement. Mereka melakukan hal-hal yang tak terpuji demi mendapatkan kenikmatan yang sebenarnya tak mereka perlukan. Mereka tak lagi mempedulikan bagaimana proses mereka memperoleh itu. Buat saya, barang-barang mewah adalah trophy. Piala yang menunjukan kesuksesan saya," lanjut beliau.
"Piala Harus Dimenangkan"
Salah satu hal yang saya kagumi dari sahabat saya ini adalah kecenderungannya yang mengutamakan proses. "Kalau memang sudah kepepet, apa boleh buat. Tiada rotan, akarpun jadi. Tapi untuk barang-barang mewah, saya rasa pepatah itu tidak berlaku pak. Katakanlah ayah saya membelikan saya mobil mewah. Tentunya saya akan senang. Bagaimana tidak? Dapat mobil bagus, siapapun akan senang. Tapi karena prosesnya seperti itu, dibelikan, tentunya tidak ada perasaan bangga," katanya suatu ketika. Dan bagi King Hades yang sudah cukup kenyang dengan berbagai kemewahan, perasaan bangga karena berhasil mencapai kesuksesan menjadi sangat penting.
"Bagi saya, pola pikir yang mengutamakan sense of achievement adalah pola pikir kelas tinggi Pak. Karena, logikanya saja, Anda baru bisa menjalankan proses ini setelah kebutuhan-kebutuhan Anda terpenuhi kan? Gengsi ga bisa dimakan Pak. Kalau memang Anda kesulitan makan, prosesnya seperti apapun, selama halal, harus Anda tempuh. Tapi kalau yang Anda incar adalah "Piala", maka Anda harus menangkan itu," ujarnya sambil melirik jam tangannya. Piala harus dimenangkan. Kata-kata itu masih terus saya ingat. Mendapatkan piala dari hasil belas kasihan, mencuri, menipu, tentunya tidak membanggakan. Dan kalau memang tak bisa mendapatkan piala, so what gitu lho? Memang kita tak memerlukan piala bukan? Kalau memang menginginkan sebuah piala, maka kita harus memenangkan piala tersebut.
"Menurut saya kita harus kaya Pak. Dan saya juga percaya bahwa kekayaan itu harus didapat dari hasil perjuangan kita. Dengan demikian, bukan hanya pleasure, tapi juga sense of achievement bisa kita dapatkan," kata King Hades sambil berjalan menuju counter untuk mengambil pesanannya.
Sambil menunggu King Hades mengambil pesanan, saya merenungkan kata-kata beliau. Sense of achievement. Menurut saya itu adalah suatu konsep yang sangat menarik. Memperjuangkan rasa bangga, dan bukan hanya kebutuhan ataupun kenikmatan. Gengsi memang tak bisa dimakan. Tapi setelah kita bisa makan, tak ada salahnya memperjuangkan gengsi.

Senin, 04 Oktober 2010

Bayar Harganya

"Apa rahasia anda sehingga bisa sedahsyat ini pak?"

Itulah pertanyaan yang saya lontarkan kepada King Hades saat kami bersantai di sebuah kedai kopi. Bagi saya, sosok King Hades sangat luar biasa, kemampuannya di atas rata-rata orang-orang lain yang saya kenal selama ini. Dia adalah seorang pekerja keras, seorang investor ulung, komunikator handal, inspirator yang cerdas, sahabat yang baik, bahkan pujaan para wanita. Karena itulah saya melontarkan pertanyaan tersebut dan berharap dia akan membagikan sedikit ilmunya ataupun jurus-jurus yang bisa saya gunakan.

Namun King Hades hanya terdiam, menatap saya dengan mata yang heran lalu dia meletakkan kopi yang sedang diseruputnya ke atas meja dengan pelan. Dengan perlahan dia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan tetap tak bersuara.

Saya yang merasa heran atas sikapnya bertanya,

"Pak? Apa ada yang salah dengan pertanyaan saya?"

"Anda ini ada-ada saja ya" ujarnya.

"Hah? maksudnya pertanyaan saya?" tanya saya dengan bingung.

"Iya pak" jawabnya singkat sambil menatap saya dengan tajam.

"Ada-ada gimana pak? Saya serius lho menanyakan ini pada anda, gak main-main saya" timpal saya.

"Lha ya pertanyaan anda itu pak! Mana ada yang namanya rahasia pak? Yang ada hanyalah HARGA yang HARUS ANDA BAYAR." kali ini matanya terasa semakin tajam menyorot saya.

"Maksudnya gimana ya pak?" tanya saya.

"Begini pak, segala barang yang anda miliki saat ini tentu tidak anda peroleh dengan gratis bukan? Untuk membeli barang yang anda inginkan, tentu anda harus membayar harga sesuai dengan yang diminta. Kalau ada handphone seharga tiga juta rupiah, memangnya anda bisa membelinya hanya dengan selembar seratus ribuan?" tanyanya kepada saya.

"Jelas tidak pak" jawab saya.

"Tadi anda bertanya tentang rahasia, seakan-akan ada jurus maut untuk mencapai suatu hal, seakan-akan ada resep jitu, cara singkat, jalan pintas untuk menggapai sesuatu. Sayangnya itu tidak ada pak, untuk meraih apapun yang anda inginkan, tidak ada rahasianya. Yang perlu anda lakukan hanyalah MEMBAYAR HARGANYA." terasa sekali nada suara King Hades kali ini terdengar agak kesal.

"Membayar harga?" tanya saya dengan heran.

"Iya pak, tidak ada yang gratis di dunia ini. Seorang CEO sebuah perusahaan besar yang berangkat dari karir seorang office boy memangnya ditunjuk asal-asalan pak? Tentu si CEO ini telah membayar harga yang pantas untuk itu. Dia pasti telah bekerja keras, membayar dengan tenaga dan waktu, menunjukkan sikap yang cakap walaupun dalam keadaan yang sulit, profesional dalam bekerja, bertanggung jawab, bisa dipercaya, berprestasi dan selalu memberi nilai tambah pada perusahaannya. Itulah harga yang dia bayarkan, penjabaran saya mungkin agak menyederhanakan perjuangannya ya pak, tapi anda bisa menangkap apa yang sedang saya maksudkan kan?"


"SIAP BAYAR HARGANYA?"


Saya mengangguk pelan, bagi saya King Hades sendiri adalah seorang contoh yang baik untuk masalah BAYAR HARGANYA ini. Beliau merintis karirnya dari level terbawah di tempat dia bekerja. Saya tahu sekali bagaimana sulitnya dia harus berjuang, harus datang lebih awal dari rekan-rekannya yang lain, pulang larut malam, waktu istirahat yang minim. Hari minggu pun terkadang harus bekerja bahkan saat sakitpun dia harus terus bekerja. Namun karena perjuangannya itulah dia mendapat nilai plus di mata atasannya, King Hades selalu berusaha memberi lebih dari apa yang diminta darinya.

Dan saat ini walaupun dia bukan CEO perusahaan di mana dia bekerja, dia telah menjadi orang yang menduduki peran sentral di perusahaannya, promosi demi promosi diterimanya, dia adalah orang yang sangat berpengaruh bagi lingkungan tempatnya bekerja dan semuanya itu dirintisnya dari level paling dasar. Itulah upah dari harga yang telah dia bayarkan selama ini. Waktunya, tenaganya, pikirannya, darah dan keringatnya.

Menyadari hal ini, saya jadi malu sendiri, bukankah harusnya saya mengetahui hal ini? Dulu orangtua saya selalu berpesan agar saya dapat prestasi yang bagus di sekolah, saya harus belajar yang rajin. Belajar yang rajin adalah salah satu harga yang harus saya bayar agar saya bisa mendapat rangking 10 besar. Saya ingin punya tubuh ideal dan berotot, perut rata, tapi sayangnya saya malas ke gym untuk melatih otot-otot tubuh saya, padahal jelas sekali bahwa berlatih adalah harga yang harus saya bayarkan. Bayar harga bisa berarti belajar, bekerja lebih keras, melatih diri untuk disiplin, lebih bertanggung jawab. Selama saya belum membayar harga yang sesuai, saya tidak akan pernah mencapai apapun. Tapi ada hal lain yang membuat saya tergelitik, dan saya mengajukannya pada King Hades.

"Pak, saya mengerti yang anda maksud sekarang, tapi ada juga kan pak orang-orang yang tak perlu membayar harganya namun tetap mendapatkan yang mereka inginkan?" tanya saya.

"Betul pak, itu kan mirip dapat lotere ya? Dari sekian juta orang berapa sih pak yang dapat hadiah utamanya? Kecil sekali bukan peluangnya? Dan tentu anda gak berharap menjadi pemenang lotere kan? Bisa-bisa nunggu sampai mati juga tidak dapat apa-apa pak. Memilih untuk membayar harganya lebih bijak dilakukan daripada menunggu menang lotere pak." jawab King Hades.

"Setuju pak" jawab saya sambil tersenyum dan mengangguk.

"Jadi anda siap bayar harganya pak?" pertanyaan King Hades menutup topik pembicaraan kami saat itu.

Kalau ada di antara anda yang mirip seperti saya, yang masih mencari-cari "rahasia", jalan pintas, cara jitu, resep super untuk mencapai tujuan anda atau apapun yang anda inginkan, mungkin rahasianya hanya terletak di satu pertanyaan yang sederhana ini.


SIAP BAYAR HARGANYA?


Jumat, 10 September 2010

Harus! Atau Tidak Sama Sekali

Pernahkah Anda berencana melakukan sesuatu, akan tetapi tidak kunjung juga melakukannya? Kalau Anda seperti saya, tentunya pernah.

Menunda. Ini adalah suatu kebiasaan yang dimiliki setiap orang. Dan sayangnya, seperti kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya, ini adalah kebiasaan yang sangat menghambat perjalanan kita mencapai kesuksesan. Tapi, pernahkah Anda bertanya mengapa kita suka menunda? King Hades tahu jawabannya. "Tanpa adanya sense of urgency, kita akan selalu menunda Pak. Kita akan merasa 'ah, tidak usah hari ini. Tidak usah sekarang. Masih ada hari esok'. Dan ini sangat berbahaya pak. Coba Anda bayangkan, berapa banyak yang sudah berhasil Anda capai kalau seandainya Anda tak punya kebiasaan ini? Saya pribadi sudah kehilangan banyak sekali kesempatan karena kebiasaan menunda ini," jelas sahabat saya.

Tak terhitung berapa banyak keuntungan yang tak berhasil kami raup karena kebiasaan menunda. Tak terhitung berapa kali 'sang raja' menyumpah karena kehilangan peluang mendapat profit dari pasar saham. Memang tak selalu karena menunda. Tapi seandainya kami bisa mengurangi kebiasaan ini, kondisi keuangan kami akan jauh lebih baik. Memang tak selamanya kegagalan dan kekecewaaan diukur dengan uang. Namun dengan melihat dampaknya pada keuangan kita, tidak sulit rasanya membayangkan akibat yang ditimbulkan pada aspek lain dalam hidup kita. Menunda untuk minta maaf, menunda untuk mengungkapkan perasaan, menunda untuk membersihkan rumah. Semua itu memberikan dampak yang negatif. Parahnya, seringkali kita tidak menyadari dampak negatif yang ditimbulkan. Mengapa? Karena kita seringkali lupa membayangkan 'apa yang akan terjadi seandainya...?'. Saat kita menunda membersihkan rumah, apakah kita lantas membayangkan 'apa yang akan terjadi seandainya saya tidak menunda membersihkan rumah?'. Memang jauh lebih mudah melihat efek dari menunda dari segi uang. "Seandainya saya beli rumah ini tahun lalu...", "Seandainya saya jual saham saya 1 minggu lebih cepat..." dan lain sebagainya. Walaupun, sekali lagi, efek negatif dari menunda tidak hanya diukur dengan uang.

"...kita HARUS berani mengatakan HARUS!"

Saya yakin, apabila Anda menilik kehidupan Anda sendiri ataupun orang-orang lain yang Anda kenal, Anda pasti akan banyak menyayangkan hal-hal yang seharusnya sudah Anda lakukan sejak dulu. Contohnya, memutuskan pacar yang brengsek, meminta kenaikan gaji, beli rumah, dan lain-lain. Kebiasaan menunda memang membuat kita lebih bisa menikmati masa sekarang. Akan tetapi itu mengorbankan masa depan kita. Begitu masa depan itu tiba dan menjadi masa sekarang kita, yang tinggal hanyalah penyesalan. "Wah! Kalau tau begini, seharusnya saya waktu itu menabung lebih giat...", "Sialan! Dia keburu merit sama orang lain! Padahal waktu itu dia udah nunjukin suka sama gue. Coba waktu itu gue ngomong lebih cepet..." Apakah kalimat-kalimat penyesalan di atas terdengar akrab di telinga? Apakah Anda sendiri sering mengucapkan kalimat-kalimat sejenis? Apa yang sebaiknya kita lakukan agar di masa mendatang kalimat-kalimat seperti itu semakin jarang kita ucapkan? Bagaimana solusi King Hades?

Harus! Tanpa adanya kata maut ini, hasil yang kita capai adalah nol. Dengan mengatakan 'harus!', maka kita akan mencari bagaimana caranya agar kita bisa berhasil. Dengan menimbulkan sense of urgency, atau istilah kerennya kepepet, kita akan memutar otak. Apapun caranya, kita harus berhasil. Kita akan menjadi lebih kreatif. Jalan-jalan lain yang sebelumnya tak terpikirkan bisa muncul kala kita merasa terdesak. Karena inilah kita HARUS berani mengatakan HARUS! Bagaimana menimbulkan perasaan keharusan ini? Itu akan saya bahas pada topik lainnya. Yang jelas, sekarang saya HARUS menerbitkan artikel ini.


Swear Your Way to Success

I swear.... by the moon and the stars in the sky.... I'll succeed...

Pernah mendengar lagu di atas? Lagu jaman saya SMP dulu. Tapi kalau Anda berpikir bahwa arti judul di atas adalah seperti uraian lagu tersebut, silakan berpikir lagi. Bagi King Hades, arti judul di atas adalah 'menyerapahlah sampai Anda sukses'.

Menyerapah. Bagi banyak dari kita, 'menyerapah' memiliki konotasi negatif. Tapi bagi sahabat saya, menyerapah adalah hal yang positif. Mengapa? "Bayangkan Pak. Anda dapat mengurangi stress tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun. Tanpa harus menyakiti siapapun. Hanya dengan menyerapah. Di saat Anda sedang sendiri," demikianlah penjelasan 'sang raja'. Memang. Bagi mereka yang memiliki banyak uang, tidaklah sulit untuk mencari kegiatan untuk menghilangkan stress. Tapi bagi kami yang berada di ambang batas kemiskinan ini, menyerapah bisa menjadi salah satu jalan keluar terbaik. Mau bagaimana lagi? Tidak cukup dana untuk bersenang-senang.

Untuk mencapai kesuksesan, berjuang adalah suatu keharusan. Namun seperti kita tahu bersama, kesuksesan tidak dicapai dalam semalam. Sebelum kita sukses, kita harus berusaha agar tetap waras. King Hades berusaha mati-matian untuk tetap memiliki akal sehat. Walaupun diterpa berbagai kegagalan dan kekecewaan, beliau masih tetap waras. Caranya? "Menyumpah serapahlah," seperti pernah dikatakan beliau. Setiap kali beliau menyerapah, dia selalu meminta saya untuk join dengannya. "Lanjutkan Pak," atau "Mari bersama-sama".

"Let's swear our way to success"

Entah sampai berapa lama lagi King Hades akan melanjutkan kebiasaan ini. Saya harap sih beliau akan segera menghentikannya. Karena pada saat beliau berhenti menyerapah, saat itulah kesuksesan sudah berada dalam genggamannya. Dan salah satu keinginan saya yang terbesar adalah melihat kesuksesan sahabat saya.

Bagi para pembaca yang saat ini masih dirundung stress, tekanan batin, dan penderitaan, teruslah berjuang. Apabila keadaan sudah sangat menekan, marilah bersama-sama King Hades mengucapkan "Baxxxat, puxxma, jaxxxam, dll, dsb, dkk". Niscaya perasaan kita menjadi lebih tenang.

Let's swear our way to success.

Jumat, 13 Agustus 2010

Kasian yang Ngedit

Suatu malam, King Hades tengah menghabiskan waktu dengan menonton TV bersama seorang wanita yang sangat setia menemani sahabat saya ini. Dia hanya asal pencet remot saja. Tiba-tiba dia melihat sebuah channel yang tengah menayangkan acara photoshoot model-model Indonesia berbikini. Sebagai seorang pria hidung belang, King Hades tentu suka acara seperti itu. Langsung saja dia stick with that channel. Kebetulan, acara tersebut juga menayangkan behind the scene dari acara pemotretan tersebut. Di sana bisa dilihat bagaimana model yang bersangkutan dirias. Bagaimana teknisi cahaya mengatur pencahayaan sedemikian rupa untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Juga bagaimana foto diedit setelah masuk ke komputer.

"Kalo modelnya bisa dirias, foto bisa diedit, kenapa yang jadi model harus langsing dan cantik ya?" tukas King Hades. "Toh, kalopun modelnya ga langsing, nanti setelah masuk komputer bisa diedit kan?" Jawaban dari sang wanita cukup menggelikan, "Kalo yang jadi model gembrot, kasian yang ngedit dong?"

Memang benar sih. Mengedit foto sama dengan mentaylor sebuah kemeja. Kalau perubahan yang diperlukan teramat sangat besar, lebih baik mulai dari awal. Untuk itu sebaiknya apapun itu yang akan diedit, sudah cukup mendekati sasaran yang diinginkan. Apakah implikasi tersebut dalam hidup kita? Katakanlah Anda adalah seorang lulusan SMP yang ingin jadi direktur di sebuah perusahaan ternama. Perusahaan tersebut tentu bisa memberikan support and training yang Anda butuhkan. Namun alangkah baiknya apabila Anda sudah pernah menjalani hidup sebagai mahasiswa. Contoh lainnya adalah dalam hubungan asmara. Boleh jadi pasangan Anda mencintai Anda dan siap memberikan toleransi terhadap hal-hal yang tak dia sukai dari Anda. Tapi apabila hal-hal yang tidak compatible tersebut terlalu banyak, dan efeknya terlalu besar, 'kasian yang ngedit' kan?

"Kalo yang jadi model gembrot, kasian yang ngedit dong?"

Tidak ada yang sempurna. Tapi 'ada yang sempurna untuk...' Dulu King Hades pernah memiliki seorang kekasih. Karena ingin konsisten dengan prinsip tak ada yang sempurna, sahabat saya selalu mengatakan pada kekasihnya ini "Kamu 99.99% sempurna". Namun karena tak tahan lagi, akhirnya beliau mengatakan "Kamu sempurna". Memang, kekasihnya tidaklah sempurna. Tapi bagi beliau, wanita yang satu itu adalah sempurna. Bukan dalam arti tak memiliki kekurangan. Namun dalam arti kekurangan sang wanita tersebut bisa ditoleransi oleh King Hades dan kelebihan wanita tersebut memberikan warna yang indah dalam hidup sahabat saya. Demikian pula dengan model-model berbikini yang dilihat oleh King Hades. Mereka tidak sempurna. Tapi mereka sempurna untuk dirias dan diedit. Kalau Anda memiliki pegawai, Anda tentu bisa melihat mana yang bisa 'diedit', mana yang teramat sangat sulit untuk 'diedit'. Anda pilih yang mana? Tentunya Anda akan memilih yang, walaupun tidak sempurna, namun bisa 'dirias/diedit' tanpa harus menghabiskan banyak resources.

Karena itu, marilah kita menjadi 'model berbikini'. Orang yang tidak sempurna, namun mudah untuk 'dirias dan diedit'. Mudahkan bagi orang-orang di sekitar kita, mau itu kekasih, atasan, bawahan, teman, untuk mentoleransi kita. Terus kembangkan kepribadian dan kualitas kita agar kita bisa menjadi 'model yang cantik dan langsing'.

Senin, 02 Agustus 2010

Makanya! Jangan kek Johan!

Johan (bukan nama sebenarnya), adalah rekan kerja King Hades. Seorang pria paruh baya. Saya tak begitu mengerti posisinya di perusahaan tempat dia bekerja. Tapi berdasarkan penuturan King Hades, posisi Johan adalah posisi yang "biasa diisi oleh anak-anak muda".

Johan adalah seorang pekerja keras. Salah satu team member favorit sahabat saya. Yang membuat namanya muncul dalam percakapan kami adalah percakapan antara, sebut saja, SU dan BD. Mereka adalah rekan kerja King Hades yang bisa dibilang tergolong muda. Berikut percakapan mereka:

BD: SU, lu kenapa ga kerja mati-matian? Posisi udah bagus. Sayang kan?

SU: Tar dong. Gw kan masih muda. Nanti kalo udah 30, baru gw serius. Jangan kek Johan. Itu orang mah udah fucked up.

BD: Wah! SU, lu mah sadis bener!

SU: Yaa... lu liat aje... umur udah segitu... otot pas-pasan. Otak juga pas-pasan. Kalo otaknya pinter mah sekarang udah ga kerja pake otot kale.

Sepenggal percakapan di atas membuat saya merenungkan kehidupan saya sendiri. Kalau seandainya saya bukan putra seorang pengusaha, tidak sulit rasanya membayangkan saya akan bernasib seperti Johan. Sampai usia senja masih harus kerja dengan otot. Harus bersaing dengan anak-anak muda yang masih lebih kuat. Untung saja orang tua saya berbaik hati memberikan posisi pimpinan di perusahaan mereka.

"Makanya! Jangan kek Johan!"

King Hades tak menjelaskan latar belakang Johan. Apakah dia sudah berkeluarga atau belum, apakah ada investasi untuk menyokong hidupnya? Informasi tersebut tidak diketahui. Yang jelas, sosok Johan selalu muncul dalam pikiran saya pada saat menjelang tidur. "Apakah saya akan bernasib seperti Johan?" begitu kira-kira yang muncul dalam pikiran saya. Kehidupan tak pernah memberi ampun. Kita yang tidak terbiasa keras pada diri sendiri akan hancur. Memang, seperti yang King Hades sering katakan, "Kerja keras selamanya tak bisa mengalahkan keberuntungan." Yang jadi masalah, keberuntungan datangnya tak bisa diduga. Tak bisa diusahakan. Sampai kapankah saya akan beruntung? Kalau tiba-tiba saja saya harus menjalani hidup seperti King Hades, saya tak yakin saya akan mampu. Kalau beliau adalah serigala, saya adalah poodle. Anjing yang harus senantiasa dirawat. Dilepas ke dunia nyata, habislah.

Kisah mengenai Johan adalah kisah yang menginspirasi. Ada banyak Johan-Johan yang lain. Saya yakin Anda pasti juga mengenal sosok-sosok seperti Johan. Sosok yang rajin. Pekerja keras. Namun mungkin karena kurangnya keberuntungan atau ambisi, akhirnya masih terseok-seok di usia senja. Apapun pekerjaan Anda. Berapapun usia Anda. Berjuanglah! Ingatlah kata-kata King Hades "Makanya! Jangan kek Johan!"

Sabtu, 31 Juli 2010

Mengejar Kekecewaan

Mungkin Anda sudah sering mendengar istilah 'Mengejar Impian'. Tapi 'Mengejar Kekecewaan'? Tanpa dikejarpun, kekecewaan pasti akan datang dengan sendirinya. Yang lucunya, sahabat saya justru punya hobi mengejar kekecewaan.

"Pak! Mengapa Anda sedahsyat itu?" tanya saya suatu ketika. King Hades menjawab "Saya senantiasa mengejar kekecewaan pak," Kontan saya bengong. Namun mengingat bahwa King Hades memang hobi pakai istilah-istilah aneh, saya segera menelusuri maksud beliau. "Anak pengusaha yang dapat segala sesuatu tanpa harus berjuang seperti Anda mungkin tidak mengerti pak. Kalau kita berjuang, atau paling tidak, saya berjuang, maka hasilnya pasti adalah kekecewaan. Entah berhasil atau gagal. Kalau gagal, kecewa karena gagal. Kalau berhasil, kecewa karena ternyata hasilnya hanya seperti itu saja. Either way, we will be disappointed," lanjutnya.

Menyedihkan sekali kedengarannya. Baik tujuan kita tercapai atau tidak, kita akan kecewa. "Jadi? Mengapa Anda berjuang pak? Bukannya kalo sama-sama kecewa, lebih baik tidak berjuang?" tanya saya penasaran. "Anda mungkin bisa pak. Anda kan dikaruniai kedamaian? Tapi saya tidak bisa. 'Penyakit' yang saya derita mengharuskan saya untuk terus berjuang. Walaupun saya tau pada akhirnya saya pasti akan kecewa. Saya punya banyak keinginan. Tidak seperti Anda yang sederhana," jawab beliau.

Keinginan, menurut King Hades, adalah liability. Semakin banyak keinginan, semakin menderitalah seseorang. Memang, beberapa orang yang gigih mungkin berhasil mendapatkan yang mereka inginkan. Tapi, seringkali apa yang mereka dapatkan itu tidak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan sebelumnya. Ambilah contoh sahabat saya. Dulu beliau ingin terjun ke dunia saham. Sekarang, bukan hanya sekedar main saham, bahkan bisa bersama saya tertawa-tawa kalau mendengar wawancara di radio tentang perdagangan saham (baca The Wisdom of PKL). Apakah beliau puas? Justru kekecewaan yang didapatkannya. "Sudah susah-susah belajar, ternyata kok hasilnya hanya seperti ini ya?" mungkin itu yang ada di pikiran beliau. Beliau juga pernah bercerita kalau dia pernah 'lupa bahagia'. Kejadiannya adalah ketika beliau membeli sebuah mobil sport. "Waktu saya masukan kunci mobil, dan menyalakan mesin, seharusnya saya merasa excited pak. Tapi, saya lupa untuk bahagia. Setelah nyetir sampe rumahpun, saya sama sekali tidak merasakan adanya excitement sedikitpun. Mengecewakan sekali bukan?" tutur 'sang raja'. Banyak lagi contoh-contoh yang bisa saya ceritakan. Dalam aspek karir, percintaan, keuangan. King Hades yang jauh lebih berpengelaman dari saya tentu sudah mencapai lebih banyak dari saya. Tapi yang didapatnya selalu kekecewaan. Kecewa karena gagal. Dan kecewa karena hasil yang diperoleh tak seperti yang diharapkan.

"Either way, we will be disappointed"

Memikirkan hal tersebut, kadang saya bersyukur diciptakan sebagai orang yang sederhana. Orang yang tak tau apa-apa. King Hades sering emosi dengan kebodohan saya. Kadang saya merasa tidak enak juga, membuat komunikasi menjadi kurang lancar. Tapi yah, mungkin karena 'keluguan' saya itulah saya bisa hidup damai. Saya tidak tau apa yang saya tidak tau. Jadi saya juga tak ambil pusing untuk mencari tau. Ada kalanya saya ingin menjadi seperti kawan saya itu. Terkesan enak sekali. Bekerja di perusahaan asing, bisa menginvestasikan uang, memiliki wawasan luas, cerdas, berbakat. Tapi kalau melihat beliau pada saat sedang murung (dan itu bisa dibilang hampir setiap saat), saya jadi merasa beruntung saya tidak seperti dia. Apakah memang kebahagiaan itu datang bersama kesederhanaan? Menurut King Hades demikian. "Orang-orang yang sederhana, mereka yang tidak tau what they're missing adalah empunya kebahagiaan pak," kata beliau suatu ketika. Ya. Kalau berdasarkan penjelasan seperti itu, memang benar. Orang-orang tersebut tidak 'mengejar kekecewaan'. Mereka tidak perlu melakukannya. Kalaupun mereka melakukannya, mungkin tidak sesering King Hades.

Ada berbagai macam tipe orang. Ada yang simple, namun tidak nyaman hidup seperti itu. Entah karena tuntutan orang tua, teman, atau semata-mata karena kesadaran sendiri. Adalah baik bagi orang-orang seperti itu untuk 'mengejar kekecewaan'. Merasakan sendiri pahitnya hidup. Pahitnya kegagalan, dan pahitnya keberhasilan. Ada pula yang sudah pasrah dengan hidupnya. Apabila Anda termasuk kategori ini, bersyukurlah. Anda akan hidup damai selamanya. Tidak ada lagi yang perlu Anda perjuangkan. Mungkin saya termasuk kategori ini. Saya tidak tau apa yang saya kejar. Saya hanya menjalani hari-hari saya dengan damai. Tapi selama saya bersahabat dengan King Hades, saya pasti akan senantiasa mendapatkan cerita-cerita maupun kata-kata 'berbisa' yang akan membuat ketololan dan kedamaian saya sedikit berkurang.