Jumat, 10 September 2010

Harus! Atau Tidak Sama Sekali

Pernahkah Anda berencana melakukan sesuatu, akan tetapi tidak kunjung juga melakukannya? Kalau Anda seperti saya, tentunya pernah.

Menunda. Ini adalah suatu kebiasaan yang dimiliki setiap orang. Dan sayangnya, seperti kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya, ini adalah kebiasaan yang sangat menghambat perjalanan kita mencapai kesuksesan. Tapi, pernahkah Anda bertanya mengapa kita suka menunda? King Hades tahu jawabannya. "Tanpa adanya sense of urgency, kita akan selalu menunda Pak. Kita akan merasa 'ah, tidak usah hari ini. Tidak usah sekarang. Masih ada hari esok'. Dan ini sangat berbahaya pak. Coba Anda bayangkan, berapa banyak yang sudah berhasil Anda capai kalau seandainya Anda tak punya kebiasaan ini? Saya pribadi sudah kehilangan banyak sekali kesempatan karena kebiasaan menunda ini," jelas sahabat saya.

Tak terhitung berapa banyak keuntungan yang tak berhasil kami raup karena kebiasaan menunda. Tak terhitung berapa kali 'sang raja' menyumpah karena kehilangan peluang mendapat profit dari pasar saham. Memang tak selalu karena menunda. Tapi seandainya kami bisa mengurangi kebiasaan ini, kondisi keuangan kami akan jauh lebih baik. Memang tak selamanya kegagalan dan kekecewaaan diukur dengan uang. Namun dengan melihat dampaknya pada keuangan kita, tidak sulit rasanya membayangkan akibat yang ditimbulkan pada aspek lain dalam hidup kita. Menunda untuk minta maaf, menunda untuk mengungkapkan perasaan, menunda untuk membersihkan rumah. Semua itu memberikan dampak yang negatif. Parahnya, seringkali kita tidak menyadari dampak negatif yang ditimbulkan. Mengapa? Karena kita seringkali lupa membayangkan 'apa yang akan terjadi seandainya...?'. Saat kita menunda membersihkan rumah, apakah kita lantas membayangkan 'apa yang akan terjadi seandainya saya tidak menunda membersihkan rumah?'. Memang jauh lebih mudah melihat efek dari menunda dari segi uang. "Seandainya saya beli rumah ini tahun lalu...", "Seandainya saya jual saham saya 1 minggu lebih cepat..." dan lain sebagainya. Walaupun, sekali lagi, efek negatif dari menunda tidak hanya diukur dengan uang.

"...kita HARUS berani mengatakan HARUS!"

Saya yakin, apabila Anda menilik kehidupan Anda sendiri ataupun orang-orang lain yang Anda kenal, Anda pasti akan banyak menyayangkan hal-hal yang seharusnya sudah Anda lakukan sejak dulu. Contohnya, memutuskan pacar yang brengsek, meminta kenaikan gaji, beli rumah, dan lain-lain. Kebiasaan menunda memang membuat kita lebih bisa menikmati masa sekarang. Akan tetapi itu mengorbankan masa depan kita. Begitu masa depan itu tiba dan menjadi masa sekarang kita, yang tinggal hanyalah penyesalan. "Wah! Kalau tau begini, seharusnya saya waktu itu menabung lebih giat...", "Sialan! Dia keburu merit sama orang lain! Padahal waktu itu dia udah nunjukin suka sama gue. Coba waktu itu gue ngomong lebih cepet..." Apakah kalimat-kalimat penyesalan di atas terdengar akrab di telinga? Apakah Anda sendiri sering mengucapkan kalimat-kalimat sejenis? Apa yang sebaiknya kita lakukan agar di masa mendatang kalimat-kalimat seperti itu semakin jarang kita ucapkan? Bagaimana solusi King Hades?

Harus! Tanpa adanya kata maut ini, hasil yang kita capai adalah nol. Dengan mengatakan 'harus!', maka kita akan mencari bagaimana caranya agar kita bisa berhasil. Dengan menimbulkan sense of urgency, atau istilah kerennya kepepet, kita akan memutar otak. Apapun caranya, kita harus berhasil. Kita akan menjadi lebih kreatif. Jalan-jalan lain yang sebelumnya tak terpikirkan bisa muncul kala kita merasa terdesak. Karena inilah kita HARUS berani mengatakan HARUS! Bagaimana menimbulkan perasaan keharusan ini? Itu akan saya bahas pada topik lainnya. Yang jelas, sekarang saya HARUS menerbitkan artikel ini.


0 komentar:

Posting Komentar