Sabtu, 08 Januari 2011

Pleasure vs Sense of Achievement

Di hari Minggu yang cerah itu saya sedang berjalan-jalan bersama King Hades di sebuah mall besar di Jakarta. King Hades memesan snack untuk take away. Kasir memberikan bukti pembayaran dan meminta King Hades untuk kembali dalam 15 menit.
Sambil menunggu, kami berjalan-jalan melihat alat-alat kesehatan seperti kursi pijat, alat pijat magnetik dan lain-lain. "Kalo saya sudah kaya Pak, saya akan beli alat-alat seperti ini. Itu impian saya," ujar King Hades sambil menatap alat-alat tersebut. "Kenapa harus nunggu kaya Pak? Saya yakin sekarangpun Anda pasti sudah bisa membeli barang seperti itu?" tanya saya. King Hades tertawa. "Ya. Sayapun yakin saya pasti bisa membeli alat itu," jawabnya. Seperti baisa, jawaban beliau justru menimbulkan pertanyaan yang lain. "Lantas?" tanya saya, otomatis.
"Kalo saya membeli alat-alat seperti itu sekarang, saya akan menyebutnya sebagai pleasure. Kenikmatan. Dan sekarang saya tidak memerlukan itu," jawab King Hades, memulai ceritanya tentang topik artikel ini. "Memang apa bedanya dengan membeli setelah Anda kaya Pak?" saya kembali bertanya dengan penasaran. "Bayangkan Anda bertandang ke rumah kawan Anda Pak. Asumsikan dia memiliki banyak piala di rumahnya. Lalu diam-diam Anda mencuri satu piala dan membawanya pulang. Apa Anda akan dengan bangga memajangnya di rumah Anda? Agar kawan-kawan Anda yang bertamu bisa melihat," King Hades bertanya sambil tersenyum. Saya manggut-manggut, memahami point beliau.
Piala adalah simbol dari kesuksesan. Tanda dari keberhasilan. Anda tidak melihat para juara mengangkat tinggi-tinggi uang hadiah yang mereka terima. Anda melihat mereka mengangkat piala mereka. Piala itu sendiri tidak mereka perlukan. Mereka tidak memerlukan piala itu untuk kebutuhan sehari-hari. Yang mereka perlukan adalah uang hadiah dari kejuaraan yang mereka menangkan. Begitu pula dengan barang-barang mewah. Alat-alat kesehatan yang kami lihat saat itu adalah barang-barang mewah. Barang-barang yang sebenarnya tidak kita perlukan. King Hades sendiri bukanlah maniak alat-alat seperti itu. Kalau beliau memang menginginkan sesuatu, tentunya dia akan mengeluarkan dana yang diperlukan untuk membeli barang tersebut. Contohnya dumbel 15kg yang sempat membuat pundaknya cedera (that's another story). Tanpa menunggu kayapun, beliau membeli barang tersebut karena dia merasa dumbel itu cukup berguna.
"Ada perbedaan yang sangat besar antara sense of achievement dengan pleasure Pak. Boleh jadi kita melakukan hal yang sama, membeli hal yang sama, untuk alasan yang berbeda. Bagi saya, alat-alat kesehatan ini kelasnya adalah seperti mobil mewah. Sesuatu yang tidak saya perlukan, tidak begitu saya inginkan, tapi cukup bagus untuk dimiliki kalo memang dana saya sudah berlebihan," jelas King Hades. "Banyak sekali orang yang mengejar pleasure sehingga akhirnya mereka melupakan yang namanya itu sense of achievement. Mereka melakukan hal-hal yang tak terpuji demi mendapatkan kenikmatan yang sebenarnya tak mereka perlukan. Mereka tak lagi mempedulikan bagaimana proses mereka memperoleh itu. Buat saya, barang-barang mewah adalah trophy. Piala yang menunjukan kesuksesan saya," lanjut beliau.
"Piala Harus Dimenangkan"
Salah satu hal yang saya kagumi dari sahabat saya ini adalah kecenderungannya yang mengutamakan proses. "Kalau memang sudah kepepet, apa boleh buat. Tiada rotan, akarpun jadi. Tapi untuk barang-barang mewah, saya rasa pepatah itu tidak berlaku pak. Katakanlah ayah saya membelikan saya mobil mewah. Tentunya saya akan senang. Bagaimana tidak? Dapat mobil bagus, siapapun akan senang. Tapi karena prosesnya seperti itu, dibelikan, tentunya tidak ada perasaan bangga," katanya suatu ketika. Dan bagi King Hades yang sudah cukup kenyang dengan berbagai kemewahan, perasaan bangga karena berhasil mencapai kesuksesan menjadi sangat penting.
"Bagi saya, pola pikir yang mengutamakan sense of achievement adalah pola pikir kelas tinggi Pak. Karena, logikanya saja, Anda baru bisa menjalankan proses ini setelah kebutuhan-kebutuhan Anda terpenuhi kan? Gengsi ga bisa dimakan Pak. Kalau memang Anda kesulitan makan, prosesnya seperti apapun, selama halal, harus Anda tempuh. Tapi kalau yang Anda incar adalah "Piala", maka Anda harus menangkan itu," ujarnya sambil melirik jam tangannya. Piala harus dimenangkan. Kata-kata itu masih terus saya ingat. Mendapatkan piala dari hasil belas kasihan, mencuri, menipu, tentunya tidak membanggakan. Dan kalau memang tak bisa mendapatkan piala, so what gitu lho? Memang kita tak memerlukan piala bukan? Kalau memang menginginkan sebuah piala, maka kita harus memenangkan piala tersebut.
"Menurut saya kita harus kaya Pak. Dan saya juga percaya bahwa kekayaan itu harus didapat dari hasil perjuangan kita. Dengan demikian, bukan hanya pleasure, tapi juga sense of achievement bisa kita dapatkan," kata King Hades sambil berjalan menuju counter untuk mengambil pesanannya.
Sambil menunggu King Hades mengambil pesanan, saya merenungkan kata-kata beliau. Sense of achievement. Menurut saya itu adalah suatu konsep yang sangat menarik. Memperjuangkan rasa bangga, dan bukan hanya kebutuhan ataupun kenikmatan. Gengsi memang tak bisa dimakan. Tapi setelah kita bisa makan, tak ada salahnya memperjuangkan gengsi.