Sabtu, 08 Agustus 2009

King Hades Menikah?



"Beep... Beep... Beep... (sensor ceritanya)", sumpah serapah keluar dari mulut King Hades waktu saya mengajukan pertanyaan "Kapan anda berniat menikah?". Jelas sekali bahwa pernikahan bukanlah prioritas yang penting bagi sahabat saya ini.


Usia King Hades ketika itu masih bisa dibilang muda. Namun demikian, pengalamannya di bidang investasi sudah cukup mumpuni. Mulai dari pasar saham, forex trading, options, sampai properti, semua pernah digelutinya. Mungkin itu yang membuatnya menjadi orang yang sangat berhati-hati. "Persiapan adalah 80% dari keberhasilan" demikian motto beliau.


"Pernikahan itu seperti membeli rumah. Orang yang punya rumah tidak lebih baik dari yang tidak. Yang penting siap atau tidak. Percuma kan, kalo kita beli rumah namun tidak siap? Bisa-bisa rumah yang kita cicil dengan susah payah itu disita bank. Kalau sudah begitu, semua pihak rugi kan? Bank rugi karena uangnya belum tentu kembali. Sang pembeli rumahpun rugi karena harus kehilangan rumahnya", tutur King Hades, menggambarkan pandangannya mengenai pernikahan.


Memang. Banyak sekali orang yang menikah karena alasan yang tidak logis: umur, dorongan orang tua, tradisi, dan sebagainya. Ibarat seseorang yang berhutang sana sini demi membiayai kebutuhan konsumtifnya, orang yang menikah tanpa persiapan matang juga akan hidup dalam kesengsaraan.


"Saya sih tidak peduli dengan pasangan suami istrinya", lanjut King Hades. "Mereka kan 2 orang dewasa yang sudah bisa bertanggung jawab atas ulah mereka sendiri. Tapi kalau sampai punya anak, kasihan kan anaknya?". Wajah sosok yang sudah saya kenal selama hampir setengah umur saya ini terlihat muram ketika mengucapkan kalimat terakhir ini.


Saat itu kami tengah berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan. Istilah King Hades: "Mengamati lifestyle kaum The Have". Ketika melihat pasangan muda yang menggandeng seorang anak kecil, saya tidak tahan untuk tidak menanyakan pertanyaan 'terlarang' itu. Tak disangka pertanyaan sederhana yang lazim ditanyakan kepada orang-orang sepantaran saya dan King Hades itu akan bermuara pada satu lagi konsep menarik yang dimiliki oleh sahabat saya ini.


"Mempunyai anak sama saja dengan menculik seseorang. Saya tidak pernah minta untuk dilahirkan, alias dibawa ke dalam dunia yang kejam ini. Apa Anda pernah pak? Minta pada orang tua Anda untuk dilahirkan? Apa orang tua Anda pernah bertanya apakah Anda mau dilahirkan atau tidak?", tanya King Hades dengan ekspresi geli. Pertanyaan-pertanyaan rhetoris yang diajukannya membuat saya merenung. Sangat masuk akal. Apabila kita menculik seseorang, berarti kita membawanya tanpa seijin yang bersangkutan. Demikian pula dengan mempunyai seorang anak. Tiba-tiba saja, tanpa sepengetahuan ataupun ijinnya, dia sudah kita bawa. Mending kalau kita bawa ke tempat yang menyenangkan. Tapi ini dunia gitu lho! Dunia yang tak bersahabat, kejam, dan penuh ratap tangis.


Orang tua yang mampu tentu akan memberikan 'persenjataan' yang diperlukan oleh anak-anak mereka untuk survive dan bahkan menjadi orang berprestasi. Tapi bagaimana dengan yang tidak mampu? Apa yang akan terjadi dengan anak-anak mereka? Saya pernah melihat seorang bayi yang sangat lucu. Pada saat melihatnya, seolah semua masalah saya hilang. Saya sungguh terhibur. Kata-kata King Hades membuat saya bergidik ngeri membayangkan apa jadinya dengan bayi lucu itu apabila ortunya tidak mampu memberikan kehidupan yang layak untuknya. Membayangkan hal ini, saya jadi mengerti mengapa sahabat saya ini bersumpah serapah ketika saya menanyakan pertanyaan 'terlarang' itu.

Pernikahan, tidak, lebih tepatnya saya katakan memiliki keturunan, layaknya disikapi seperti membeli rumah ataupun investasi-investasi lainnya. Atau kalau perlu lebih kita cermati lagi. Karena seperti kata sahabat saya, "Kalau saya tidak sanggup mencicil mobil, saya masih bisa menjualnya. Tapi kalau saya tak sanggup membiayai anak saya, masa saya akan menjualnya?" Memang ada ortu-ortu yang menjual anak-anak mereka (biasanya anak perempuan) untuk dijadikan pekerja seks. Tapi yang jelas saya sama sekali tidak berniat menjadi salah satu dari ortu-ortu seperti itu.


"Kalau saya membeli saham, sejelek-jeleknya saya hanya akan kehilangan uang kalau perusahaan yang saya miliki buruk kinerjanya. Sudah. Itu saja. Dan itupun tidak mempengaruhi orang lain. Paling mood saya saja yang memburuk. Separah-parahnya, saya terpaksa menagih hutang-hutang Anda", ujar King Hades setengah bercanda. Saya menelan ludah. Kalau saya harus melunasi hutang-hutang saya ke dia, jual kolorpun tidak akan lunas. Benar-benar investor sejati. Bahkan sahabatnya sendiri saja dijadikan investasi. But that's another story.


"Jadi bagaimana Pak? Apa Anda berniat membujang seumur hidup?" tanya saya setelah berhasil menenangkan diri. Sahabat saya hanya menjawab "Bagi saya, pernikahan itu bukanlah perkara tiada rotan akarpun jadi. Kalau tidak ada 'rotan', lebih baik tidak sama sekali".


Saya pribadi ingin melihat King Hades berkeluarga. Saya ingin melihat keluarga seperti apa yang akan dibentuk oleh sosok yang selalu memukau saya dengan cara berpikirnya. Saya juga ingin melihat sosok wanita seperti apa yang bisa menjadi permaisurinya. Dan kehadiran prince maupun princess Hades pasti akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Tapi saya menghargai prinsip hidup beliau. Toh, beliau juga tidak bilang tidak mau berkeluarga kan? Hanya persiapannya saja yang belum dirasa cukup. Yah.. moga-moga saja beliau cepat bertemu dengan 'Persephone'nya.

1 komentar: